Handwriting - Smiley Star

Rabu, 18 Desember 2013

MENJUAL FREEPORT DEMI PERSAHABATAN AMERIKA DENGAN ORDER BARU

Diana | Rabu, 18 Desember 201310.40 |

  A.  HARGA YANG HARUS DIBAYAR UNTUK PROYEK MENJATUHKAN SOEKARNO

Banyak dokumen terbongkar belakangan ini, yang didalamnya membuka sebuah tirai kegelapan yang ditutupi oleh rezim Orde Baru selam 30 tahun berkuasa. Bukan rahasia bahwa Amerika, melalui tangan CIA, menskenariokan peristiwa G-30 S PKI yang dijadikan pintu masuk bagi komplotan Orde Baru merebut kekuasaan melalui kudeta tak berdarah dari Orde Lama. Sejumlah dana dan bantuan senjata diduga digelontorkan Amerika kepada Letjen Soeharto agar proyek berjalan mulus. Amerika sudah demikian alergi dengan Bung Karno yang condong kepada arus Sosialis Uni Soviet dan China yang menjadi seteru politik luar negeri Amerika.
Memang pada akhirnya Bung Karno jatuh secara mengenaskan dan wafat dalam penderitaan. Setelah kemenangan rezim Soeharto, yang menandai dimulainya Orde Baru, Amerika mulai meminta balas budi. Kebaikan Amerika harus dibayar sangat mahal oleh Indonesia yang ketika itu dalam keadaan ekonomi yang sangat buruk.
Tak menunggu lama setelah Bung Karno dilengserkan pada 1967, Soeharto dan rombongannya, The Berkley mafia (komplotan ekonomi yang disebut sebagai ekonom-ekonom paling top milik Soeharto) mengadakan sebuah perundingan Kilat di Jenewa dengan para raksasa-raksasa ekonomi Amerika. Misinya adalah proyek mengemis utang dari konsorsium (kumpulan pengusaha) Barat dan Jepang. Sebagai gantinya, Indonesia menyerahkan sumber-sumber alam luar biasa besar kepada pemberi utang. Tak sampai 5 tahun pembangunan yang di biayai utang itu mampu menjadikan Indonesia bangkit dari keterpurukan. Lalu, pada 1980, Indonesia sempat menjadi raksasa di Asia Tenggara.
Celakanya, konsorsium yang dipimpin Amereki justru yang paling menikmati keuntungan jangka panjang luar biasa. John Pilger, dalam bukunya , The New Rules of The World, membongkar bagaimana perundingan di Jenewa menjadi sebuah ajang bagi-bagi kue sumber alam Indonesia kepada sejumlah kecil raksasa pimpinan Amerika. Para pesertanya meliputi para kapitalis yang paling berkuasa di dunia. Diantaranya David Rocke Feller (seorang milioner yahudi), general motors, imperial cemical industries, british Leyland, british American tobako, american ekspress, siemens, good year, the international paper corporation, us still, dan henri Kissinger. Indonesia, seperti biasa, menjual buruh murah, pajak rendah dan kekayaan alam sebagai tukar guling utang.
Profesor Jeffery Winters dari Universitas Northwestern menyebutkan bahwa pada hari kedua perundingan tanah Indonesia telah dikotak-kotak untuk dibagi-bagi kepada mereka yang ada di dalam ruangan. “mereka membaginya kedalam 5 seksi, yakni pertambangan disatu kamar, jasa-jasa dikamar lain, industry ringan di kamar lain, perbangkan dikamar lain lagi. Lalu, yang dilakukan oleh Chase Manhattan duduk dengan sebuah delegasi, mendiktekan kebijakan-kebijkan yang dapat diterima oleh mereka dan para investor lainnya. Kita saksikan para pemimpin korporasi besar ini berkeliling dri satu meja kemeja lain. Mereka mengatakan ‘ini yang kami inginkan’. Mereka pada dasarnya, merancang infrastruktur hukum untuk berinvestasi di Indonesia. Saya tidak pernah mendengar situasi seperti itu sebelumnya. Dimana modal global duduk dengan para wakil dari Negara yang diasumsikan sebagai Negara berdaulat dan merancang persyaratan buat masuknya investasi mereka kedalam masyaraktnya sendiri.”
Kue itu begitu mudah dibagi-bagi oleh rezim Soeharto. Seperti pada kasus Freeport. Korporasi Amerika berhasil mendapatkan jatah kue pertambangan tembaga yang sangat kaya ditanah papua.

  B. PIHAK YANG DIUNTUNGKAN DARI FREEPORT

Amerika berhasil menekan Indonesia untuk mengikat kontrak karya ekplorasi mineral dihamparan lahan Freeport Papua selama 30 tahun (1967-1997). Kemudian diperpanjang lagi untuk 20 tahun kedepan. Bayangkan! Selama 50 tahun kekayaan diserap habis-habisan oleh kapitalis amerika sehingga menyisakan kemiskinan dan kerusakan lingkungan parah bagi tanah Papua. Tak heran jika kemudian muncul gerakan sepataris untuk memerdekan Papua.
Forbes Wilson, direktur Freeport sempat melakukan kalkulasi tentang tambang di Erestberg, (lokasi lahan Freeport di Papua sekarang). Terdapat 13 juta ton bijih tembaga dipermukaan tanah. Lalu, 14 juta ton dibawah tanah dengan kedalaman 100 meter.
Jika untuk menambang 5000 ton bijih tembaga perhari dibutuhkan investasi 60 juta dolar AS, dengan rincian biaya produksi 16 sen per pond an harga jual 35 sen per pon, dalam tempo 3 tahun itu sudah balik modal. Lalu, Freeport mendapatkan kontrak 50 tahun. Itu artinya, jika benar kalkulasi Wilson, maka selama 47 tahun seterusnya, Freeport hanya menambang keuntungan bersih yang tak terkira besarnya. Kenyataanya, mereka justru lebih tercengang lagi. Sebab, angka deposit bijih tembaga itu ternyata jauh lebih besar dari kalkulasi Wilson. Bahkan dalam buku George Enealey berjudul Grasberg, menyebutkan saat ini Freeport Mc MoRan merupakan tambang tembaga yang mempunyai deposit terbesar di dunia. Sedangkan, untuk emas menempati urutan pertama. Diduga keras, dilokasi yang sama terdapat deposit uranium sebagai bahan energy nuklir, yang harganya tentu berkali-kali lipat lebih mahal dari tembaga dan emas. Lahan Freeport adalah surge tambang di dunia.
Lalu, apa yang didapatkan Indonesia? Ternyata saham pemerintah Indonesia hanya 9,23%. Sementara Freeport sendiri menguasai 90, 77%. Banyak kritikus sepakat bahwa apa yang terjadi pada kasus adalah perampokan yang telah berusia puluhan tahun atas restu pemerintah. Indonesia resoures studies (IRES) menyatakan Indonesia telah dirugikan dalam penerimaan Negara atas PT Freeport Indonesia (PTFI) yang tak tanggung-tanggung jumlahnya setengah dari keuntungan PTFI.
Dari laporan keuangan 2008 yang diperoleh IRES, penerimaan Negara dari pajak dan royalty selam periode 2004-2008 adalah sebanyak US $ 4,41 miliar. Sementara, total pendapatan PTFI selam periode periode sebanyak US $ 17,89 miliar. Sekalipun seluruh pengeluaran biaya operasi dan pajak yang dikeluarkan PTFI di asumsikan sebesar 50% dari pendapatan, PTFI masih untung dengan total penerimaan bersih sebesar 8,94 miliar.

Karenanya, menurut direktur eksekutif IRES Maruan Batubara, “kesenjangan penerimaan yang merugikan Indonesia ini, harus segera diubah dan caranya adlah dengan melakan negosiasi kembali kontrak karya dan pemilikan saham PTFI oleh BUMN.

Tags:
If you found this post helpful. Share, Subscribe or Read Related Articles.

Get Updates

Subscribe to our e-mail newsletter to receive updates.

Share This Post

Related posts

0 komentar:

my visitor

Website counter

FOLLOWERS

Terima kasih yaa !!
Copyright © 2013 Dii's blog. Bloggerized byOzynetwork converted by BloggerTheme9
Blogger template. Proudly Powered by Blogger.
back to top